Berkaitan dalam asas hukum pidana yaitu Geen straf zonder schuld, actus non facit reum nisi mens sir rea, bahwa tidak dipidana jika tidak ada kesalahan, maka pengertian tindak pidana itu terpisah dengan yang dimaksud pertanggungjawaban tindak pidana.
Tindak pidana hanyalah menunjuk kepada
dilarang dan diancamnya perbuatan itu dengan suatu pidana, kemudian
apakah orang yang melakukan perbuatan itu juga dijatuhi pidana
sebagaimana telah diancamkan akan sangat tergantung pada soal apakah
dalam melakukan perbuatannya itu si pelaku juga mempunyai kesalahan.
Dalam kebanyakan rumusan tindak pidana, unsur kesengajaan atau yang disebut dengan opzet merupakan
salah satu unsur yang terpenting. Dalam kaitannya dengan unsur
kesengajaan ini, maka apabila didalam suatu rumusan tindak pidana
terdapat perbuatan dengan sengaja atau biasa disebut dengan opzettelijk, maka unsur dengan sengaja ini menguasai atau meliputi semua unsur lain yang ditempatkan dibelakangnya dan harus dibuktikan.
Sengaja berarti juga adanya kehendak yang
disadari yang ditujukan untuk melakukan kejahatan tertentu. Maka
berkaitan dengan pembuktian bahwa perbuatan yang dilakukannya itu
dilakukan dengan sengaja, terkandung pengertian menghendaki dan
mengetahui atau biasa disebut dengan willens en wetens. Yang dimaksudkan disini adalah seseorang yang melakukan suatu perbuatan dengan sengaja itu haruslah memenuhi rumusan willens atau haruslah menghendaki apa yang ia perbuat dan memenuhi unsur wettens atau haruslah mengetahui akibat dari apa yang ia perbuat.
Disini dikaitkan dengan teori kehendak
yang dirumuskan oleh Von Hippel maka dapat dikatakan bahwa yang
dimaksudkan dengan sengaja adalah kehendak membuat suatu perbuatan dan
kehendak untuk menimbulkan suatu akibat dari perbuatan itu atau akibat
dari perbuatannya itu yang menjadi maksud dari dilakukannya perbuatan
itu.
Jika unsur kehendak atau menghendaki dan
mengetahui dalam kaitannya dengan unsur kesengajaan tidak dapat
dibuktikan dengan jelas secara materiil -karena memang maksud dan
kehendak seseorang itu sulit untuk dibuktikan secara materiil- maka
pembuktian adanya unsur kesengajaan dalam pelaku melakukan tindakan
melanggar hukum sehingga perbuatannya itu dapat dipertanggungjawabkan
kepada si pelaku seringkali hanya dikaitkan dengan keadaan serta
tindakan si pelaku pada waktu ia melakukan perbuatan melanggar hukum
yang dituduhkan kepadanya tersebut.
Disamping unsur kesengajaan diatas ada pula yang disebut sebagai unsur kelalaian atau kelapaan atau culpa yang dalam doktrin hukum pidana disebut sebagai kealpaan yang tidak disadari atau onbewuste schuld dan kealpaan disadari atau bewuste schuld.
Dimana dalam unsur ini faktor terpentingnya adalah pelaku dapat menduga
terjadinya akibat dari perbuatannya itu atau pelaku kurang
berhati-hati.
Wilayah culpa ini terletak
diantara sengaja dan kebetulan. Kelalaian ini dapat didefinisikan
sebagai apabila seseorang melakukan sesuatu perbuatan dan perbuatan itu
menimbulkan suatu akibat yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh
undang-undang, maka walaupun perbuatan itu tidak dilakukan dengan
sengaja namun pelaku dapat berbuat secara lain sehingga tidak
menimbulkan akibat yang dilarang oleh undang-undang, atau pelaku dapat
tidak melakukan perbuatan itu sama sekali.
Dalam culpa atau kelalaian ini,
unsur terpentingnya adalah pelaku mempunyai kesadaran atau pengetahuan
yang mana pelaku seharusnya dapat membayangkan akan adanya akibat yang
ditimbulkan dari perbuatannya, atau dengan kata lain bahwa pelaku dapat
menduga bahwa akibat dari perbuatannya itu akan menimbulkan suatu akibat
yang dapat dihukum dan dilarang oleh undang-undang.
Maka dari uraian tersebut diatas, dapat
dikatakan bahwa jika ada hubungan antara batin pelaku dengan akibat yang
timbul karena perbuatannya itu atau ada hubungan lahir yang merupakan
hubungan kausal antara perbuatan pelaku dengan akibat yang dilarang itu,
maka hukuman pidana dapat dijatuhkan kepada si pelaku atas perbuatan
pidananya itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar